Pilihan Gaun Buat Pernikahan - Untuk pertama kalinya, perancang busana Jeffry Tan membuat koleksi
pakaian pengantin. Busana tersebut dirilis dalam acara Bazaar Bridal
Week 2012 yang berlangsung di The Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta,
5-8 April 2012. Selama ini, perancang lulusan Esmod Paris tersebut fokus
pada busana siap pakai, terutama untuk pakaian pria.
”Untuk baju pengantin, pelanggan biasanya datang langsung pada saya, bercerita tentang konsep yang mereka inginkan, lalu saya buatkan desainnya. Saya belum punya koleksi untuk ditunjukkan sebagai pilihan. Sekarang, melalui koleksi ini, saya ingin memberi pilihan itu,” tutur Jeffry, mengemukakan alasan merilis baju pengantin yang berkonsep modern.
Dalam mendesain koleksi pertamanya ini, Jeffry terinspirasi dunia bawah laut. Keindahan dunia tersebut dibawa dan diwujudkan dalam gaun-gaun berwarna off-white (putih kekuningan atau keabu-abuan) dengan detail-detail kecil yang dibuat menggunakan teknik tertentu.
Detail seperti sirip ikan dalam sebuah gaun, misalnya, dibuat dengan laser cut, yaitu teknik memotong aplikasi pola dengan menggunakan laser.
”Teknik ini bisa membuat potongan detail dalam ukuran kecil. Memotongnya juga cepat, bisa sampai ribuan,” tutur Jeffry yang dalam salah satu busananya memakai hingga 3.000 buah aplikasi sirip yang dipotong dengan laser.
Selain aplikasi sirip potong laser, Jeffry memperlihatkan kreativitas dalam detail dengan menggunakan teknik origami dan lattice, yaitu tali yang diatur hingga membentuk silang, yang ditempatkan di bagian punggung gaun. Meski berdetail rumit, potongan gaun secara keseluruhan cukup sederhana, tanpa bentuk menggelembung besar dari bagian pinggang ke bawah.
Karakter konsumen
Meski dengan koleksi pertamanya ini Jeffry bisa memberi pilihan desain bagi konsumen, dia tetap memberi ruang untuk mengubah gaun tersebut sesuai keinginan pemakai. ”Pernikahan adalah saat personal bagi pengantin. Jadi saya harus memperhatikan pendapat mereka, tidak bisa seratus persen menggunakan ide saya. Setiap perempuan pasti punya impiannya sendiri tentang baju pengantinnya,” kata Jeffry.
Pendapat yang sama juga dikemukakan perancang Sapto Djojokartiko. Ketika menerima pesanan, Sapto biasanya mengajak diskusi untuk mengetahui karakter konsumennya.
”Saya meminta dia menunjukkan selera modenya melalui foto-foto baju dan aksesori yang dia sukai dari majalah. Fotonya tidak harus selalu terkait dengan baju pengantin. Dengan cara ini, saya bisa mengetahui karakternya,” kata Sapto.
Setelah mengenal karakter pelanggan, diskusi berlanjut pada konsep pernikahan yang telah ditentukan pengantin. Tempat berlangsungnya acara juga termasuk faktor yang diperhitungkan agar baju yang dikenakan bisa menjadi salah satu fokus perhatian.
”Untuk acara yang diselenggarakan di sebuah ruang yang sangat besar, misalnya, tidak seharusnya memakai gaun sederhana karena tidak akan ’terlihat’. Sebaliknya, di ruang kecil, bajunya jangan terlalu besar dan mewah. Jadi, ketika terlibat dalam sebuah pernikahan, seorang desainer hanya berperan sebagai pengarah,” komentar Sapto.
Tembus pandang
Sapto, yang mengeluarkan koleksi baju pengantin untuk kedua kalinya setelah yang pertama dilakukan tahun lalu, kali ini memperlihatkan desain baju bersiluet sederhana. Beberapa baju bahkan bersiluet ramping seperti gaun malam.
Perancang lulusan Esmod Jakarta ini juga menerapkan desain yang tengah menjadi tren, yaitu menggunakan bahan tembus pandang, seperti tulle, sifon, dan brokat tanpa pelapis kain-kain tebal. Bagian tubuh pemakainya, terutama bagian kaki, dibiarkan terlihat.
”Zaman sekarang, perempuan melakukan berbagai perawatan tubuh. Jadi, ada perempuan yang memang percaya diri untuk mengenakan baju tembus pandang, termasuk untuk baju pengantin,” kata Sapto.
Hal serupa juga dilakukan Deden Siswanto. Deden bahkan memadukan bahan tembus pandang ini dengan kebaya panjang dari beludru, alih-alih menggunakan kain batik yang biasanya dipakai sebagai perpaduan.
Deden juga memodifikasi kebaya hingga berkesan lebih modern dengan menggunakan peplum, yaitu tambahan mirip rok di bagian pinggang untuk menciptakan bentuk agak mengembang di daerah pinggul.
Untuk mereka yang menginginkan kesan artistik, Tex Saverio memberi pilihan dalam peragaan yang menjadi bagian dari acara pembukaan pada Kamis (5/4/2012) malam. Meski desainnya berkonsep mudah dikenakan dibandingkan busana yang selama ini didesain, rancangan desainer yang akrab dipanggil Rio tersebut tetap berkesan mewah.
Selain Jeffry, Sapto, dan Rio, acara peragaan khusus busana pengantin ini juga memperlihatkan karya Era Soekamto, Luwi Saluadji, Tri Handoko, Adjie Notonegoro, dan perancang senior Ramli di acara penutup pada Minggu malam.
”Untuk baju pengantin, pelanggan biasanya datang langsung pada saya, bercerita tentang konsep yang mereka inginkan, lalu saya buatkan desainnya. Saya belum punya koleksi untuk ditunjukkan sebagai pilihan. Sekarang, melalui koleksi ini, saya ingin memberi pilihan itu,” tutur Jeffry, mengemukakan alasan merilis baju pengantin yang berkonsep modern.
Dalam mendesain koleksi pertamanya ini, Jeffry terinspirasi dunia bawah laut. Keindahan dunia tersebut dibawa dan diwujudkan dalam gaun-gaun berwarna off-white (putih kekuningan atau keabu-abuan) dengan detail-detail kecil yang dibuat menggunakan teknik tertentu.
Detail seperti sirip ikan dalam sebuah gaun, misalnya, dibuat dengan laser cut, yaitu teknik memotong aplikasi pola dengan menggunakan laser.
”Teknik ini bisa membuat potongan detail dalam ukuran kecil. Memotongnya juga cepat, bisa sampai ribuan,” tutur Jeffry yang dalam salah satu busananya memakai hingga 3.000 buah aplikasi sirip yang dipotong dengan laser.
Selain aplikasi sirip potong laser, Jeffry memperlihatkan kreativitas dalam detail dengan menggunakan teknik origami dan lattice, yaitu tali yang diatur hingga membentuk silang, yang ditempatkan di bagian punggung gaun. Meski berdetail rumit, potongan gaun secara keseluruhan cukup sederhana, tanpa bentuk menggelembung besar dari bagian pinggang ke bawah.
Karakter konsumen
Meski dengan koleksi pertamanya ini Jeffry bisa memberi pilihan desain bagi konsumen, dia tetap memberi ruang untuk mengubah gaun tersebut sesuai keinginan pemakai. ”Pernikahan adalah saat personal bagi pengantin. Jadi saya harus memperhatikan pendapat mereka, tidak bisa seratus persen menggunakan ide saya. Setiap perempuan pasti punya impiannya sendiri tentang baju pengantinnya,” kata Jeffry.
Pendapat yang sama juga dikemukakan perancang Sapto Djojokartiko. Ketika menerima pesanan, Sapto biasanya mengajak diskusi untuk mengetahui karakter konsumennya.
”Saya meminta dia menunjukkan selera modenya melalui foto-foto baju dan aksesori yang dia sukai dari majalah. Fotonya tidak harus selalu terkait dengan baju pengantin. Dengan cara ini, saya bisa mengetahui karakternya,” kata Sapto.
Setelah mengenal karakter pelanggan, diskusi berlanjut pada konsep pernikahan yang telah ditentukan pengantin. Tempat berlangsungnya acara juga termasuk faktor yang diperhitungkan agar baju yang dikenakan bisa menjadi salah satu fokus perhatian.
”Untuk acara yang diselenggarakan di sebuah ruang yang sangat besar, misalnya, tidak seharusnya memakai gaun sederhana karena tidak akan ’terlihat’. Sebaliknya, di ruang kecil, bajunya jangan terlalu besar dan mewah. Jadi, ketika terlibat dalam sebuah pernikahan, seorang desainer hanya berperan sebagai pengarah,” komentar Sapto.
Tembus pandang
Sapto, yang mengeluarkan koleksi baju pengantin untuk kedua kalinya setelah yang pertama dilakukan tahun lalu, kali ini memperlihatkan desain baju bersiluet sederhana. Beberapa baju bahkan bersiluet ramping seperti gaun malam.
Perancang lulusan Esmod Jakarta ini juga menerapkan desain yang tengah menjadi tren, yaitu menggunakan bahan tembus pandang, seperti tulle, sifon, dan brokat tanpa pelapis kain-kain tebal. Bagian tubuh pemakainya, terutama bagian kaki, dibiarkan terlihat.
”Zaman sekarang, perempuan melakukan berbagai perawatan tubuh. Jadi, ada perempuan yang memang percaya diri untuk mengenakan baju tembus pandang, termasuk untuk baju pengantin,” kata Sapto.
Hal serupa juga dilakukan Deden Siswanto. Deden bahkan memadukan bahan tembus pandang ini dengan kebaya panjang dari beludru, alih-alih menggunakan kain batik yang biasanya dipakai sebagai perpaduan.
Deden juga memodifikasi kebaya hingga berkesan lebih modern dengan menggunakan peplum, yaitu tambahan mirip rok di bagian pinggang untuk menciptakan bentuk agak mengembang di daerah pinggul.
Untuk mereka yang menginginkan kesan artistik, Tex Saverio memberi pilihan dalam peragaan yang menjadi bagian dari acara pembukaan pada Kamis (5/4/2012) malam. Meski desainnya berkonsep mudah dikenakan dibandingkan busana yang selama ini didesain, rancangan desainer yang akrab dipanggil Rio tersebut tetap berkesan mewah.
Selain Jeffry, Sapto, dan Rio, acara peragaan khusus busana pengantin ini juga memperlihatkan karya Era Soekamto, Luwi Saluadji, Tri Handoko, Adjie Notonegoro, dan perancang senior Ramli di acara penutup pada Minggu malam.
sumber: http://female.kompas.com/read/2012/04/09/23284623/Gaun.Impian.di.Momen.Pernikahan